Dalam realita kehidupan , terkadang apa yang terjadi tak sesuai dengan apa yang kita harapkan,,,,,
antara BENCI dan CINTA sangat tipis sekali perbedaan nya,.,,,,.,terkadang kita harus membenci seseorang, terlebih dahulu,,,,,untuk mencintai seseorang, begitu pula sebalik nya,.,.,.,
kita mencintai, tetapi lambat laun, ,,,,,,,,timbul rasa benci diantara nya,,,,,,,
WAWAWAW,,,,supper sekali,,,,,,,,,
Pertanyaannya adalah seberapa mudah atau seberapa sulitkah kita mampu mengikis rasa benci kepada orang lain ?
jawabannya
adalah Anda-lah yang menciptakannya realita untuk Anda sendiri. Mengapa
demikian, karena membenci atau mencintai, menangis atau merasakan
kebahagiaan, kecewa atau gembira, iri atau ikut gembira, semuanya
kita-lah yang MEMUTUSKAN dan MEMILIH. Termasuk apakah kita menginginkan
kedamaian hati bersemayam dalam hati. Sulit atau mudah, kita-lah yang
menentukan itu dalam PIKIRAN kita.
Untuk memperoleh
kedamaian hati yang kita dambakan sebenarnya adalah cukup sederhana.
Dengan perlahan mengikis rasa benci kepada oranglah sebagai alat
pengasah yang ampuh membuat kerasnya bebatuan hati menjadi pualam
bersinar. Mengapa kita begitu sulit mengasah bebatuan besar bernama
kebencian yang bersemayam hati ? Singkat saja jawabannya, karena kita
masih banyak yang terjebak untuk terus mengingat kepada siapa kebencian
tersebut kita arahkan.
Cobalah kita kenali hanyalah suatu
cara untuk tujuan perlindungan. Adakalanya kita merasa terancam oleh
faktor dari luar diri seperti pendapat orang lain, gaya hidup ataupun
perilaku mereka terhadap kita. Hal-hal seperti itu bisa saja mengusik
sifat keakuan, harga diri, tubuh, atau pikiran kita, sehingga timbullah
kemarahan dan rasa benci dalam diri kita.
Dengan demikian,
bagaimana mungkin kita berusaha membuang mengikis gumpalan-gumpalan
rasa benci dalam diri tetapi di sisi lain kita ingatan akan orang yang
kita benci masih begitu membatu menelungkupi hati kita. Kebencian
sendiripun tidak memiliki kekuatan sampai ia menemukan sasaran kemana
kebencian mendapatkan tempat untuk berlabuh. Jadi tak salah saya
mengungkapkan pepatah, tiada api yang membesar bila tak ada kayu /
dedaunan kecil yang menyertai kehadirannya.
Kebencian akan
memperkecil ruang kedamaian dalam lubuk hati. Kebencian menghitamkan
warna asli darah kita yang secara sadar menghanguskan binar-binar
keceriaan wajah. Cobalah untuk membuat jarak antara diri kita, orang
lain sebagai obyek kebencian dan tentunya rasa kebencian itu sendiri.
Membiarkan kebencian di hati artinya membiarkan darah kita semakin
menghitam legam dan perlahan menggangu keseimbangan seluruh angota tubuh
bekerja dengan baik dan saling bekerja sama. Membiarkan kebencian
begitu dalam dan lama membuat semangat hidup menjadi perlahan menuruni
sampai anak tangga yang paling dasar, karena seringkali pula membuat
kita tidak bisa berpikir dengan akal sehat.
Kita
memiliki kekuatan penuh atas diri kita sendiri, pilihan untuk benci atau
tidak, menjadikan orang lain sebagai obyek kebencian atau tidak,
membiarkan kebencian akan semakin mengakar di kedalaman hati, membiarkan
jiwa diliputi keresahan yang tak berkesudahan akibat obyek kebencian
tak hilang dari pikiran atau apapun seratus persen pilihan adalah mutlak
kita yang menentukan.
Siramlah api kebencian dalam diri
sebelum menjadi besar dan berujung dengan penyesalan yang tak ingin kita
terima. Kebencian tak perlu kita lawan ataupun kita perangi, cukuplah
ia dipahami saja hingga kita akan pergi berlalu dengan dengan
sendirinya. Karena memang kebencian hanya akan menghanguskan aliran
darah di tubuh kita hingga menjadi pekat warnanya dan mempersempit jalan
pikiran positif menelusuri rongga-rongga pikiran di kepala. Membiarkan
kebencian dalam dekapan atau mengikhlasnya pergi, itu sebuah PILIHAN,
bukan!
sooooo,,,,,,,,, slow bae lah,,,,,,,,,,,tak perlu dipikirkan,,,,,,,,,
hidup itu susah bila di pikirkan,,,,,,,cari makan buat sebulan,.,.,,.
hahahahahahhaha